Meski mungkin postingan saya kali ini tidak termasuk kedalam tema blog saya tapi ini hal yang bermanfat.
Sejarah Kota Tua Kalianget
14.41 |
Kota Tua Kalianget merupakan salah satu kota
modern pertama di Pulau Madura, Kota ini di bangun Pada masa VOC dan diteruskan
oleh pemerintahan Hindia Belanda.
Kalianget di kembangkan menjadi kota dikarenakan
letaknya yang sangat strategis dan merupakan bandar pelabuhan tersibuk di selat
Madura. Pelabuhan
tertua di Sumenep adalah pelabuhan Kertasada, lataknya sekitar 10 km dari pusat
kota Sumenep. Ketika Sumenep jatuh ke tangan VOC pada tahun 1705, VOC mulai
membangun sebuah benteng yang terletak di Kalianget
barat, namun dikarenakan posisinya yang kurang strategis dan berbatasan
langsung dengan laut selat Madura, Benteng tersebut urung dibangun, maka oleh
masyarakat sekitar daerah tersebut dikenal dengan nama "Loji Kantang"
.
Kongsi dagang tersebut tak kehilangan akal,
akhirnya pihak VOC pun membangun Benteng di daerah Kalimo'ok dikarenakan lokasinya yang
cenderung tinggi dari lingkungan sekitar. Benteng tersebut dibangun pada tahun
1785. Seiring dengan dibangunnya daerah pertahanan tersebut,
pemukiman-pemukiman orang Eropa mulai menyebar di daerah Marengan dan Pabean,
hal tersebut bisa kita lihat pada model arsitektural
bangunannya yang cenderung terpengaruh kebudayaan indisch. Kebudayaan Indisch di Indonesia
berkembang pada abad 17-18.
Setelah kongsi dagang VOC dibubarkan, maka
Pemerintah Hindia Belanda mengambil alih kekuasaan dari kongsi dagang tersebut
dalam berbagai hal termasuk juga dalam pengelolaan lahan Pegaraman yang ada di
Sumenep. Untuk memperkuat posisi ekonomi dan politik pemerintah Hindia-Belanda
di Sumenep, maka pada tahun 1899, pihak pemerintah membangun Pabrik Garam
Briket Modern, pertama di Indonesia. Disinilah berbagai fasilitas pendukung
industri tersebut dibangun, tak hanya bangunan pabrik, fasilitas Listrik yang
terpusat di Gedung Sentral, Lapangan Tenis, Kolam renang, Bioskop,
Taman Kota, hingga pemukiman bagi pegawai dan karyawan mulai tersebar di
kawasan ini. hal ini sebagai bukti bahwa pemerintah Hindia - Belanda kala itu
dengan kuatnya memonopoli hasil garam yang ada di Madura.
Tak hanya itu, sebagai sarana pendukung
pendistribusian hasil garam, fasilitas transportasi berupa trem uap, dan pelabuhan
juga di sediakan di kawasan ini.
Sejarah Pembangunan Masjid Agung Sumenep
14.39 |
Masjid jamik Panembahan Somala atau lebih dikenal dengan
sebutan Masjid Jamik Sumenep merupakan salah satu bangunan 10 masjid tertua dan
mempunyai arsitektur yang khas di Nusantara. Masjid Jamik Sumenep saat ini
telah menjadi salah satu landmark di Pulau Madura. Dibangun Pada
pemerintahan Panembahan Somala, Penguasa Negeri Sungenep XXXI, dibangun setelah
pembangunan Kompleks Keraton Sumenep, dengan arsitek yang sama yakni
Lauw Piango.
Masjid Agung Sumenep
Perubahan Dari Songenneb Menjadi Sumenep
07.03 |
Perubahan nama Songenneb
menjadi Sumenep terjadi pada masa penjajahan Belanda, permulaan abad XVIII (1705).
Belanda sudah memulai peran dalam menentukan politik kekuasaan pemerintahan di
Madura termasuk Sumenep.
Pada awal abad XVIII Belanda mengubah sebutan Songenneb
menjadi Sumenep, terbukti dengan adanya banyak buku-buku karangan atau terbitan
Belanda pada masa itu telah menggunakan sebutan nama Sumenep. Perubahan
tersebut di dasari oleh beberapa hal, antara lain:
- 1.
Menurut tata
bahasa hal ini dilakukan oleh Belanda untuk penyesuaian atau
kemudahan dalam pengucapan agar lebih sesuai dengan aksen Belanda. Bagi mereka
lebih mudah mengucapkan Sumenep dari pada melafalkanSongenneb.
- 2.
Untuk menanamkan
pengaruhnya, pihak Belanda merasa perlu mengadakan perubahan
nama Songenneb menjadi Sumenep. Sebagai komparasi nama kota Jayakarta diubah
menjadi Batavia, dll.
Nama
Sumenep menjadi baku di kalangan pemerintahan, karena setelah proklamasi
kemerdekaan RI, nama
kabupaten ini disebut dengan nama Kabupaten Sumenep.
Asal Mula Kata Sumenep
07.00 |
Persoalan
manakah sebutan yang paling tua, Sumenep atau Songenneb?, kitab tertua yang
mencantumkan nama wilayah ini ialah buku Pararaton yang ditulis pada tahun
1475-1485, dalam Bab VI disebut Asal-Usul Nama Sumenep.
a)
….., Kinon Adipati Ring Sungeneb, Wetan, anger
ing Madura Wetan artinya: ….., Disuruh menjadi Adipati di Songenneb,
bertempat tinggal di Madura Timur.
b)
Alama raden Wijaya haneng Sungenneb, artinya: Cukup lama Raden Wijaya tinggal di
Songenneb.
J.L
Brandes yang menerjemahkan Pararaton, pada indeks nama dan catatan
catatan di bawah Sumenep dan
Songenneb, menuliskan bahwa Songenneb ialah bentuk nama yang sebenarnya menurut
cara Madura. Kata Sungenneb yang dipergunakan J.L Brandes berasal dari kata
Songenneb. Alasan yang menguatkan keyakinan tersebut adalah kata Songenneb
lebih sesui dengan lidah/logat orang Madura dari pada kata Sungenneb.
Mengingat sumber Pararaton adalah sumber tertua yang
mencantumkan kata Sungenneb, maka semakin menguatkan dugaan bahwa kata
Songenneb dikenal atau lahir lebih awal dari pada sebutan Sumenep. Bukti-bukti
yang mendukung antara lain:
1.
Sebutan Songenneb
lebih banyak dipakai atau dikenal oleh sebagian besar penduduk Kabupaten
Sumenep.
2.
Pengaran buku
sejarah dari Madura R. werdisastro menggunakan istilah Songenneb seperti “Babad
Songenneb”
3.
Penyebutan nama
Sumenep yang muncul kemudian kurang popular di masyarakat pedesaan Sumenep (80%
dari jumlah penduduk Kabupaten Sumenep tinggal di desa).
Lokasi Keraton Sumenep Serta Bangunan-Bangunan Disekitarnya
06.38 |
Keraton Sumenep berdiri di
atas tanah milik pribadi Panembangan Somala (disebelah timur keraton lama milik
Ratu R. Ayu Rasmana Tirtanegara). Di depan keraton ke arah selatan berdiri
Pendapa Agung, dan di depannya berdiri Gedong Negeri yang didirikan oleh
Pemerintah Belanda.
Disebelah timur Gedong Negeri tersebut berdiri pintu
masuk Keraton Sumenep, yang disebut Labang
Mesem. Di pintu gerbang itu para penjaga bersikap ramah-tamah kepada para
tamu. Di bagian pojok disebelah timur bagian selatan berdiri Taman Sare (tempat pemandian
putera-puteri Adipati). Sedangkan di halama belakang keraton sebelah timur
berdiri dapur, sebelah barat berdiri sisir (tempat tidur para pembantu keraton,
emban, dayang-dayang puteri Adipati), disebelah barat terdapat sumur. Di depan
sumur agak ke arah barat berdiri Keraton Ratu R. Ayu Rasmana Tirtanegara, dan
di depannya berdiri pendapa. Tetapi di jaman pemerintahan Sultan Abdurrachman
pendapa tersebut dipindah ke Asta Tinggi dan disitu didirikan Kantor Koneng.
Pada masa pemerintahan Sultan Abd. Rachman
Pakunataningrat, antara keraton dengan pendapa dijadikan satu deret. Di sebelah
selatan Taman Sare berdiri pendapa
atau paseban dan sekarang dijadikan toko souvenir. Di sebelah selatan keraton
terbentang jalan menuju Mesjid Jamik (ke arah barat), sedangkan ke arah timur
menuju jalan Kalianget. Disebelah timur keraton adalah perkampungan, dan di
arah timur jalan adalah Kampong Patemon, artinya
tempat pertemuan aliran air taman keraton dan aliran-aliran air taman milik
rakyat dan taman lake’ (tempat pemandian prajurit keraton). Dari jalan Dr.
sutomo ke arah timur terdapat jalan menurun, sebelum tikungan jalan, berdiri
pintu gerbang keluar atau Labang
Galidigan. Di sebelah barat pintu keluar terdapat jalan menurun, bekas
undakan tujuh.
Di sebelah selatan jalan undakan terdapat Sagaran atau laut kecil merupakan tempat
bertamsya putra-putei Adipati. Kini sagaran
tersebut ditempati perumahan rakyat dan lapangan tennis.di sebelah barat
lapangan tennis, berdiri kamarrata
merupakan tempat kereta kencana, dan dibelakangnya berdiri kandang kuda lengkap
dengan 2 taman. Taman di sebelah timur ditempati Buaya putih yang dipelihara
oleh Adipati. Sedang taman di sebelah barat merupakan tempat pemandian kuda.
Kini bagian belakang Kamarrata
didirikan Taman Kanak-Kanak, dan di sebelah selatannya didirikan Gedung
Olahraga atau lapangn bulutangkis. Di belakang lapangan bulutangkis didirikan
perumahan rakyat. Di sebelah barat Kamarrata
didirikan Pancaniti (undakan
lima) di dekat Lonceng yang merupakan Gedung Pengadilan Keraton. Di sebelah
barat Gedung Pengadilan Keraton oleh Pemerintah Hindia Belanda didirikan
rumah-rumah Komandan Barisan.
Di sebelah selatan Alun-alun didirikan Tangsi Prajurit
Keraton yang kemudian dubah menjadi Korp Barisan Sumenep tahun 1831 M. Di depan
tangsi terdapat tempat latihan para prajurit keraton. Sedang di sebelah utara
alun-alun berdiri Gedung bertingkat atau pangkeng
malang yang ditempati oleh Adipati dengan keluarganya untuk menyaksikan
kegiatan olah raga. Di sebelah barat dan timur Pangkeng Malang pediri pertokoan memanjan ke utara.
Langganan:
Postingan (Atom)